blogg visitors

PANTAI PAPUMA JEMBER


PANTAI PAPUMA JEMBER

PAPUMA (pasir putih malikan ) terletak di desa lojejer,kecamatan wuluhan, jember, Jawa Timur.Pantai memiliki pesona keindahan tanjungnya yang sangat menakjubkan bagi setiap orang berkunjung.Pantai ini dikelolah oleh perum perhutani II jawa timur.37 km selatanjember.DenganLuas 25 hektar merupakan salah satu tanjung yang sangat indah.Sebelum mencapai kawasan pantai papuma kita melewati perkebunan warga serta perkebunan yang yang di kelolah perum perhutani yang sangat hijau dan indah.Setelah  menyusuri hutan dan melewati tanjakan yang sedikit terjal, ditemani monyet – monyet yang akan menyambut kedatangan kita,mata kita langsung tertuju pada lautan luas serta pasir putih yang sangat indah.Dari ketinggian tersebut kita sudah membayangkan apa yang akan dilakukan setelah tiba di sana.
Pantai papuma merupakan pantai dengan tanjungnya yang sangat indah, diujung dari tanjungya terdapat dataran tinggi yang sering di sebut siti hinggil.Di siti hinggil kita dapat melihat sunrise yang sangat indah dan spektakkuler.Untuk wisatawan yang ingin bermalam di sana ,terdapat home stay yang dikelolah perum perhutani ,sayangnya fasilitasnya kurang memadai dan sedikit menyeram apabila musim sepi.Di sekitar pantai banyak lesehan atau warung yang menjual ikan bakar (24 jam)
Akses menuju pantai papuma cukup mudah.diantaranya :
  • -          Kereta api dari surabaya menuju jember dan turun di stasiun jember, setelah itu dapat menggunakan taxi atau kendaraan umum sampai di ambulu.Dari ambulu dapat menyewa ojek (20k).Jarak tempuhnya 4 jam kereta api dan 45 menit menggunakan taxi
  • -          Menggunakan bis dari Surabaya (terminal Bungurasih) menuju ambulu,setelah itu dapat menyewa ojek ke pantai papuma.Perjalannan kurang lebih 5 jam.



Kawah Ijen Dari Banyuwangi


Kawah Ijen dari Banyuwangi



Kawah ijen adalah salah satu kawah terbesar dan terasam di dunia. Terletak di antara 2 kabupaten,yaitu Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur.Kawah Ijen Berada di ketinggian 2386 meter dpl.Keindahan Kawahnya yang berwana hijau tosca sangat mempesona.Perjalanan yang panjang pun akan terbayar semua dengan pesona Keindaha Kawah ijen ,sehingga wisatawan yang kembali akan membawa kenangan yang tidak akan terlupakan dan jejak kaki sepanjang perjalanan menuju kawah ijen.



- Perjalanan Dari Surabaya Menuju Kawah ijen melewati Banyuwangi adalah sebagai berikut :
              Kereta Api : Mutiara Timur Sng                   09.00 -   15.52
                                 Sritanjung BW                          14.10 -     21.15
                                  logawa Jr                                 16.10 -     20.19    
              Bus  : Selalu ada
-  Setelah sampai di banyuwangi wisatawan dapat menginap di cottage atau penginapan yang ada di sekitar       ketapang.diantararanya Hotel New Banyuwangi beach (Rp 60.000 - 125.000) di pinggir pantai.
-  untuk mencapai Kawah ijen melewati banyuwangi wisatan harus menggunakan jeep atau trooper dari             banyuwangi melewati licin dan sampai di paltuding.Harga Jeep sekitar Rp 450.000 - Rp 500.000.
-  Pagi Hari jam 04:00, Berangkat ke Paltuding, sekitar 1 - 1,5 jam. Setelah sampai di Paltuding, membeli        tiket seharga Rp 6000 untuk domestik dan Rp 20000 untuk wisatawan asing .
 
-  Mendaki sejauh 3 km atau sekitar  1,5 jam perjalanan.
Sampai di Kawah ,menikmati pemandangan Kawah yang sangat indah.turun kembali ke paltuding dan Kembali ke banyuwangi.
Dalam perjalanan menuju Kawah ijen kita akan melihat para penambang Belerang yang sangat kuat dan gigih berjalan sejauh 3 km dan memikul belerang 50 - 100 km setiap harinya.(crispim: cryst.guteres@yahoo.com )


Natural Toilet ke kawah Ijen



Penambang Belerang (sulfur miners)




Bangun Jam 03:30 menggunakan Truk menuju Paltuding
Kawah Ijen
Sulfur Miners


WISATA PETIK APEL kELOMPOK TANI MAKMUR ABADI BATU-MALANG



WISATA PETIK APEL KELOMPOK TANI MAKMUR ABADI BATU-MALANG

Berlokasi di jalan Diponegoro 10 desa tulungrejo Kec.bumi aji Batu -Malang

Wisata Petik Apel adalah salah satu wisata alternatif yang ditawarkan di Kota Batu.Dimana wisatawan dapat memetik Apel langsung dari Pohon dan bisa makan sepuasnya :)

 KELOMPOK TANI MAKMUR ABADI BATU adalah Usaha yang dikelolah secara berkolompok oleh para petani-petani (koperasi) yang berbasis ekonomi kerakyatan.
Kawasan Perkebunannya berada diantara lereng gunungArjuno dan Anjasmoro.Apel-apel ini dibudidayakan dengan sistem ramah lingkungan dimana pupuk yang di gunakan adalah pupuk Organik.Bisa di lihat di dekat perkebunan terdapat kandang sapi yang nantinya kotorannya akan di olah menjadi pupuk.

Tiket Masuk :Rp 20.000
- Pemandu wisata yang akan memberikan welcome Drink sewaktu masuk ke dalam perkebunan apel.
- Penjelasan tentang jenis - jenis apel yang ada.
- Makan buah apel sepuasnya di dalam kebun.
- jika ingin di Bawa pulang ,harganya Rp. 15.000/kg tetapi kadan-kadang ti tambah.


Jenis Apel yang Tersedia
- Apel Manalagi
- Romebeauty
- Anna
- Hwang Lien

SUKU TENGGER


 SEJARAH SUKU TENGGER
Suku Tengger adalah sebuah suku yang tinggal di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur, yakni menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, dan Malang.
Menurut mitos atau legenda yang berkembang di masyarakat suku Tengger, mereka berasal dari keturunan Roro Anteng yang merupakan putri dari Raja Brawijaya dengan Joko Seger putra seorang Brahmana. Nama suku Tengger diambil dari akhiran nama kedua pasang suami istri itu yaitu, “Teng” dari Roro Anteng dan “Ger” dari Joko Seger. Legenda tentang Roro Anteng dan Joko Seger yang berjanji pada Dewa untuk menyerahkan putra bungsu mereka, Raden Kusuma merupakan awal mula terjadinya upacara Kasodo di Tengger.
Menurut beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit. Saat masuknya Islam di Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan antara Islam dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit yang merasa terdesak dengan kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah Bali dan pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di sekitar pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya diambil dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.
KEADAAN GEOGRAFIS 
 Luas daerah Tengger kurang lebih 40km dan utara ke selatan; 20-30 km dan timur ke barat, di atas ketinggian antara 1000m - 3675 m. Daerah Tengger teletak pada bagian dari empat kabupaten, yaitu : Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang. Tipe permukaan tanahnya bergunung-gunung dengan tebing-tebing yang curam. Kaldera Tengger adalah lautan pasir yang terluas, terletak pada ketinggian 2300 m, dengan panjang 5-10 km. Kawah Gunung Bromo, dengan ketinggian 2392 m, dan masih aktif .Di sebelah selatan menjulang puncak Gunung Semeru dengan ketinggian 3676 m.
 WILAYAH ADAT 
 Wilayah Adat Suku Tengger terbagi menjadi dua wilayah yaitu Sabrang Kulon (Brang Kulon diwakili oleh Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan )dan Sabrang Wetan ( Brang Wetan diwakili oleh Desa Ngadisari,Wanantara,Jetak Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo ). Perwakilan oleh Desa T osari dan tiga Desa tersebut mengacu pada Prosesi Pembukaan Upacara Karo yang sekaligus membukla Jhodang Wasiat / Jimat Klontong.
 Adapun Desa – Desa yang merupakan Komunitas Suku Tengger adalah Sebagai Berikut:
 Desa Ngadas, Wanatara, Jetak, dan Ngadisari ( Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo ), Desa Wanakersa, Ledokombo, Pandansari ( Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo ), Desa Tosari, Baledono, Sedaeng, Wonokitri, Ngadiwono, Kandangan, Mororejo ( Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan ), Desa Keduwung ( kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan ), Desa Ngadirejo, Ledok Pring ( Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan ), Desa Ngadas ( Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang),dan Desa Ranupani ( Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang).

 KEADAAN TANAH DAN TANAM-TANAMAN
 Keadaan tanah daerah Tengger gembur seperti pasir, namun cukup subur. Tanaman keras yang tumbuh terutama adalah agathis laranthifolia, pinus merkusii, tectona, grandis leucaena, dan swietenia altingia excelsa, anthocepalus cadamba. Di kaki bukit paling atas ditumbuhi pohon cemara sampai di ketinggian 3000 dpl yaitu lereng Gunung Semeru. Tumbuhan utamanya adalah pohon-pohonan yang tinggi, pohon elfin dan pohon cemara, sedangkan tanam-tanaman pertanian terutama adalah kentang, kubis, wortel, jagung,bawang prei(plompong tengger) dsb.
 JENIS HEWAN 
 Jenis hewan piaraan yang ada antara lain lembu, kambing, babi dan ayam kampung. Jenis binatang yang hidup secara liar di hutan-hutan adalah babi hutan (sus scrofa) rusa timur (cervus timorensis), serigala atau (muncak muntiacus), dan berkembang pula jenis macam tutul (panthera pardus), terdapat pula species burung-burungan, misalnya burung air.
IKLIM DAN CUACA 
 Iklim daerah Tengger adalah hujan dan kemarau. Musim kemarau terjadi antara bulan Mei-Oktober. Curah hujan di Sukapura sekitar 1800 mm, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan November-April, dengan persentase 20 hari/lebih hujan turun dalam satu bulan. Suhu udara berubah-ubah, tergantung ketinggian, antara 3º - 18º Celsius. Selama musim hujan kelembaban udara rata-rata 80%. Temperaturnya sepanjang hari terasa sejuk, dan pada malam hari terasa dingin. Pada musim kemarau temperatur malam hari terasa lebih dingin daripada musim hujan. Pada musim dingin biasanya diselimuti kabut tebal. Di daerah perkampungan, kabut mulai menebal pada sore hari. Di daerah sekitar puncak Gunung Bromo kabut mulai menebal pada pagi hari sebelum fajar menyingsing.
AGAMA SUKU TENGGER
 Masyarakat Suku Tengger menganut empat agama dari lima agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia. Yaitu Agama Hindu , Islam ,Kristen dan Budha.
 MATA PENCAHARIAN SUKU TENGGER
 Penduduk di sekitar Taman Nasional Bromo kurang lebih sebanyak 128.181 jiwa dengan distribusi sebagai berikut: petani penggarap 48.625 orang (37,93%), buruh tani 10.461 orang (8,16%), karyawan dan ABRI 1.595 orang (1,24%), pedagang 3.009 orang (2,38%), pengrajin/industri kecil 343 orang (0,01%), dan lain-lain sekitar 64.140 orang (50,05%). Penduduk masyarakat Tengger pada umumnya bertempat tinggal berkelompok di bukit-bukit mendekati lahan pertanian. Mereka hidup dari bercocok tanam di ladang, dengan pengairan tadah hujan. Pada mulanya mereka menanam jagung sebagai makanan pokok, akan tetapi saat ini sudah berubah. Pada musim hujan mereka menanam sayuran seperti kentang, kubis, bawang, dan wortel sebagai tanaman perdagangan. Pada penghujung akhir musim hujan mereka menanam jagung sebagai cadangan makanan pokok.
 Sejak zaman pemerintahan Majapahit, tingkat perkembangan penduduk Tengger tergolong lambat. Sejarah perkembangan masyarakat Tengger tidak diketahui dengan jelas, kecuali secara samar sebagai hasil penelitian Nancy (1985).
 Masyarakat Tengger saat ini sudah ada yang membuka usaha Jasa ( Persewaan Home Stay dan Jeep Hard Top sebagai transportasi ke Bromo ),hal ini di lakukan semenjak Bromo di buka sebagai obyek wisata.
 PEMIMPIN SUKU TENGGER
Masyarakat Suku Tengger tidak mengenal dualisme kepemimpinan ,walaupun ada yang namanya Dukun adat. Tetapi secara formal pemerintahan dan adat , Suku Tengger dipimpin oleh seorang Kepala Desa ( Petinggi ) yang sekaligus adalah Kepala Adat. Sedangkan Dukun diposisikan sebagai pemimpin Ritual / Upacara Adat.
Proses pemilihan seorang Petinggi ,dilakukan dengan cara pemilihan langsung oleh masyarakat , melalui proses pemilihan petinggi.
Sedang untuk pemilihan Dukun ,dilakukan melalui beberapa tahapan – tahapan ( menyangkut diri pribadi calon Dukun ).yang pada akhirnya akan diuji melalui ujian Mulunen ( ujian pengucapan mantra yang tidak boleh terputus ataupun lupa ) yang waktunya pada waktu Upacara Kasada bertempat di Poten Gunung Bromo.
MAKANAN KHAS
 Nasi ARON ( nasi yang terbuat dar jagung tengger dengan masa tanam kurang lebih 8 bulan ).dan sambal Krangean bahannya terbuat dari bahan sambal terasi seperti biasanya,hanya saja di tambah buah Krangean ( hanya tumbuh di Tengger) bentuknya kecil seperti buah merica dan baunya harum seperti daun kemangi,wananya hijau masih segar (baru petik) dan hitam (klau sudah layu atau kering).

SIFAT DAN SIKAP SUKU TENGGER
SIFAT UMUM
 Di dalam kehidupan sehari-hari orang Tengger mempunyai kebiasaan hidup sederhana, rajin dan damai. Mereka adalah petani. Ladang mereka di lereng-lereng gunung dan puncak-puncak yang berbukit-bukit. Alat pertanian yang mereka pakai sangat sederhana, terdiri dari cangkul,sabit dan semacamnya. Hasil pertaniannya itu terutama adalah jagung, kopi, kentang, kubis, bawang prei, Wortel dsb. Kebanyakan mereka bertempat tinggal jauh dari ladangnya, sehingga harus membuat gubuh-gubuk sederhana di ladangnya untuk berteduh sementara waktu siang hari. Mereka bekerja sangat rajin dan pagi hingga petang hari di ladangnya.
 Pada umumnya masyarakat Tengger hidup sangat sederhana dan hemat. Kelebihan penjualan hasil ladang ditabung untuk perbaikan rumah serta keperluan memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya. Kehidupan masyarakat Tengger sangat dekat dengan adat- istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya secara turun-temurun. Dukun berperan penting dalam melaksanakan upacara Adat. Dukun berperan dalam segala pelaksanaan adat, baik mengenai perkawinan, kematian atau kegiatan-kegiatan lainnya. Dukun sebagai tempat bertanya untuk mengatasi kesulitan ataupun berbagai masalah kehidupan.
Kehidupan pada masyarakat Tengger penuh dengan kedamaian dan kondisi masyarakatnya sangat aman. Segala masalah dapat diselesaikan dengan mudah atas peranan orang yang berpengaruh pada masyarakat tersebut dengan sistem musyawarah. Pelanggaran yang dilakukan cukup diselesaikan oleh Petinggi ( Kepala Desa) dan biasanya mereka patuh. Apabila cara ini tidak juga menolong, maka si pelaku pelanggaran itu cukup disatru (tidak diajak bicara) oleh seluruh penduduk. Mereka juga sangat patuh dengan segala peraturan pemerintah yang ada, seperti kewajiban membayak pajak, kerja bakti dan sebagainya.
 BAHASA TENGGER
 Bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Jawa yang masih berbau Jawa Kuno. Mereka menggunakan dua tingkatan bahasa yaitu ngoko, bahasa sehari-hari terhadap sesamanya, dan krama untuk komunikasi terhadap orang yang lebih tua atau orang tua yang dihormati. Pada masyarakat Tengger tidak terdapat adanya perbedaan kasta, dalam arti mereka berkedudukan sama.
 Contoh: Aku ( Laki-laki) = Reang , Aku ( wanita ) = Isun , Kamu ( untuk seusia)= Sira , Kamu ( untuk yang lebih tua) = Rika, Bapak/Ayah= Pak , Ibu = Mak , Kakek=Wek , Kakak= Kang , Mbak= Yuk
ASAL - USUL SUKU TENGGER
Ajaran tentang asal-usul manusia adalah seperti terdapat pada mantra purwa bhumi. Sedangkan tugas manusia di dunia ini dapat dipelajari melalui cara masyarakat Tengger memberi makna kepada aksara Jawa yang mereka kembangkan. Adapun makna yang dimaksudkan adalah seperti tersebut dibawah ini.
h.n.c.r.k : hingsun nitahake cipta, rasa karsa,
 d,t,s,w,l : dumadi tetesing sarira wadi laksana,
 p, dh, j, y, ny : panca dhawuh jagad yekti nyawiji,
 m, g, b, th, ng : marmane gantia binuka thukul ngakasa.
Apabila diartikan secara harfiah kurang lebih sebagai berikut: “Tuhan Yang Maha Esa menciptakan cahaya, rasa dan kehendak pada manusia, (manusia) dijadikan melalui badan gaib untuk melaksanakan lima perintah di dunia dengan kesungguhan hati, agar saling terbuka tumbuh (berkembang) penuh kebebasan (ngakasa ‘menuju alam bebas angkasa’)”.
Pada hakikatnya manusia adalah ciptaan Tuhan, yang dilahirkan dari tidak ada menjadi ada atau dari alam gaib, untuk mengemban tugas di dunia ini melaksanakan lima perintah-Nya dengan menyatukan diri pada tugasnya, agar di dunia ini tumbuh keterbukaan dan perkembangan menuju kesempurnaan.
Masih ada lagi tafsiran tentang aksara Jawa yang dikaitkan dengan cerita tentang Aji Saka, yaitu bahwa ada utusan, yang keduanya saling bertengkar (berebut kebenaran). Keduanya sama kuatnya (sama-sama berjaya), yang akhirnya keduanya mengalami nasib yang sama, yaitu menjadi mayat. Hal ini mengandung makna bahwa baik-buruk, senang-susah, sehat-sakit, adalah ada pada manusia dan tak dapat dihindari. Kesempurnaan hidup manusia apabila dapat menyeimbangkan kedua hal itu.

Hubungan Badan dan Roh Menurut Falsafah Tengger
 Masyarakat Tengger beranggapan bahwa badan manusia itu hanya merupakan pembungkus sukma (roh). Sukma adalah badan halus yang bersifat abadi. Jika orang meninggal, badannya pulang ke pertiwi (bumi), sedangkan sukmanya terbebas dari mengalami suatu proses penyucian di dalam neraka, dan selama itu mereka mengembara tidak mempunyai tempat berhenti. Cahaya, api dan air dari arah timur akan melenyapkan semua kejahatan yang dialami sukma sewaktu berada di dalam badan.
Masyarakat Tengger percaya bahwa neraka itu terdiri dari beberapa bagian. Bagian terakhir ialah bagian timur yang disebut juga kawah candradimuka, yang akan menyucikan sukma sehingga menjadi bersih dan suci serta masuk surga. Hal ini terjadi pada hari ke-1000 sesudah kematian dan melalui upacara Entas-entas.
Hubungan Antar-manusia Menurut Falsafah Tengger
 Sesuai dengan ajaran yang hidup di masyarakat Tengger seperti terkandung dalam ajaran tentang sikap hidup dengan sesanti panca setia, yaitu:
 i. setya budaya artinya, taat, tekun, mandiri;
 ii. setya wacana artinya setia pada ucapan;
 iii. setya semàya artinya setia padajanji;
 iv. setya laksana artinya patuh, tuhu, taat;
 v. setya mitra artinya setia kawan.
Ajaran tentang kesetiaan berpengaruh besar terhadap perilaku masyarakat Tengger. Hal ini tampak pada sifat taat, tekun bekerja, toleransi tinggi, gotong-royong, serta rasa tanggung jawab. umpamanya menunjukkan bahwa pada umumnya mereka bekerja di ladangnya dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore setiap hari secara tekun. Sikap gotong-royongnya terlihat pula pada waktu mendirikan pendopo agung di Tosari, adalah sebagai hasil jerih payah rakyat membuat jalan sepanjang 15 km dari Tosari menuju Bromo (tahun 1971-1976). Demikian pula tanggung jawab mereka terhadap lingkungan sosial tercermin pada kesadaran rakyat untuk ikut serta menjaga keamanan, serta merelakan sebagian tanahnya apabila terkena pembangunan jalan.
Sifat lain yang positif adalah kemampuan menyesuaikan diri terhadap perkembangan, yaitu kesediaan mereka untuk menerima orang asing atau orang lain, meskipun mereka tetap pada sikap yang sesuai dengan identitasnya sebagai orang Tengger.
 Hubungan antara pria dan wanita tercermin pada sikap bahwa pria adalah sebagai pengayom bagi wanita, yaitu ngayomi, ngayani, ngayemi, artinya memberikan perlindungan, memberikan nafkah, serta menciptakan suasana tenteram dan damai.

3.4 SIKAP DAN PANDANGAN HIDUP
 Pandangan tentang Perilaku
 Sikap dan pandangan hidup orang Tengger tercermin pada harapannya, yaitu waras (sehat), wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian, sandang), wisma (memiliki rumah, tempat tinggal), dan widya (menguasai ilmu dan teknologi, berpengetahuan dan terampil).
 Mereka mengembangkan pandangan hidup yang disebut pengetahuan tentang watak yaitu:
 i. prasaja berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya;
 ii. prayoga berarti senantiasa bersikap bijaksana;
 iii. pranata berarti senantiasa patuh pada raja, berarti pimpinan atau pemerintah;
 iv. prasetya berarti setya;
 v. prayitna berarti waspada.

Atas dasar kelima pandangan hidup tersebut, masyarakat Tengger mengembangkan sikap kepribadian tertentu sesuai dengan kondisi dan perkembangan yang ada. Antara lain mengembangkan sikap seperti kelima pandangan hidup tersebut, di samping dikembangkan pula sikap lain sebagai perwujudannya.
Mereka mengembangkan sikap rasa malu dalam arti positif, yaitu rasa malu apabila tidak ikut serta dalam kegiatan sosial. Begitu mendalamnya rasa malu itu, sehingga pernah ada kasus (di Tosari) seorang warga masyarakat yang bunuh diri hanya karena tidak ikut serta dalam kegiatan gotong-royong.
Sikap toleransi mereka tercermin pada kenyataan bahwa mereka dapat bergaul dengan orang beragama lain, ataupun kedatangan orang beragama lain. Dalam keagamaan mereka tetap setia kepada agama yang telah dimiliki namun toleransi tetap tinggi, sebab mereka lebih berorientasi pada tujuan, bukan pada cara mencapai tujuan. Pada dasarnya manusia itu bertujuan satu, yaitu mencapai Tuhan, meskipun jalannya beraneka warna. Sikap toleransi itu tampak pula dalam hal perkawinan, yaitu sikap orang tua yang memberikan kebebasan bagi para putra-putrinya untuk memilih calon istri atau suaminya. Pada dasarnya perkawinan bersifat bebas. Mereka tetap dapat menerima apabila anak-anaknya ada yang berumah tangga dengan wanita atau pria yang berlainan agama sekalipun. Namun dalam hal melaksanakan adat, pada umumnya para generasi muda masih tetap melakukannya sesuai dengan adat kebiasaan orang tuanya.
Sikap hidup masyarakat Tengger yang penting adalah tata tentrem (tidak banyak risiko), aja jowal-jawil (jangan suka mengganggu orang lain), kerja keras, dan tetap mempertahankan tanah milik secara turun-temurun. Sikap terhadap kerja adalah positif dengan titi luri-nya, yaitu meneruskan sikap nenek moyangnya sebagai penghormatan kepada leluhur.
Sikap terhadap hasil kerja bukanlah semata-mata hidup untuk mengumpulkan harta demi kepentingan pribadi, akan tetapi untuk menolong sesamanya. Dengan demikian, dalam masyarakat Tengger tidak pernah terjadi kelaparan. Untuk mencapai keberhasilan dalam hidup semata-marta diutamakan pada hasil kerja sendiri, dan mereka menjauhkan diri dari sikap nyadhang (menengadahkan telapak tangan ke atas).
Masyarakat Tengger mengharapkan generasi mudanya mampu mandiri seperti ksatria Tengger. Orang tua tidak ingin mempunyai anak yang memalukan, dengan harapan agar anak mampu untuk mikul dhuwur mendhem jero, yaitu memuliakan orangtuanya.
 Sikap mereka terhadap perubahan cukup baik, terbukti mereka dapat menerima pengaruh model pakaian, dan teknologi, serta perubahan lain yang berkaitan dengan cara mereka mengharapkan masa depan yang lebih baik dan berkeyakinan akan datangnya kejayaan dan kesejahteraan masyarakatnya.
 Siklus Hidup Menurut Falsafah Tengger
Ada 3 (tiga) tahap penting siklus kehidupan menurut pandangan masyarakat Tengger, yakni:
 1. umur 0 sampal 21 (wanita) atau 27 (pria), dengan lambang bramacari yaitu masa yang tepat untuk pendidikan;
 2. usia 21 (wanita) atau 27 (pria) sampai 60 tahun lambing griasta, masa yang tepat untuk
 membangun rumah dan mandiri;
 3. 60 tahun ke atas, dengan lambang biksuka, membangun diri sebagai manusia usia lanjut untuk lebih mementingkan masa akhir hidupnya.
 Pada masa griasta ada ungkapan yang berbunyi kalau masih mentah sama adil, kalau sudah masak tidak ada harga, yang dimaksudkan adalah hendaklah manusia itu pada waktu mudanya bersikap adil dan masa dewasa menyiapkan dirinya untuk masa tuanya dan hari akhirnya.
 PERTUNANGAN DAN PERKAWINAN 
Pada umumnya masyarakat Tengger mempunyai pendirian yang cukup bermoral atas perkawinan. Poligami dan perceraian boleh dikatakan tidak pernah terjadi. Perkawinan di bawah umur juga jarang terjadi. Dalam pertunangan (pacangan), lamaran dilakukan oleh orangtua pria. Sebelumnya didahului dengan pertemuan antara kedua calon, atas dasar rasa senang kedua belah pihak. Apabila kedua belah pihak telah sepakat, maka orangtua pihak wanita (sebagai calon) berkunjung ke orangtua pihak pria untuk menanyakan persetujuannya atau notok. Selanjutnya apabila orangtua pihak pria telah menyetujui, diteruskan dengan kunjungan dari pihak orangtua pria untuk menyampaikan ikatan (peningset) dan menentukan hari perkawinan yang disetujui oleh kedua belah pihak. Sesudah itu barulah upacara perkawinan dilakukan.
Sebelum acara perkawinan biasanya telah dimintakan nasihat kepada dukun mengenai kapan sebaiknya hari perkawinan itu dilaksanakan. Dukun akan memberikan saran (menetapkan) hari yang baik dan tepat, ‘papan’ tempat pelaksanaan perkawinan, dan sebagainya. Setelah hari untuk upacara perkawinan ditentukan, maka diawali selamatan kecil (dengan sajian bubur merah dan bubur putih).
 Sebagai kelengkapan upacara perkawinan, maka pasangan pengantin diarak (upacara ngarak) keliling, diikuti oleh empat gadis dan empat jejaka dengan diiringi gamelan. Pada upacara perkawinan pengantin wanita memberikan hadiah bokor tembaga berisi sirih lengkap dengan tembakau, rokok dan lain, sedangkan pengantin pria memberikan hadiah berupa sebuah keranjang berisi buah-buahan, beras dan mas kawin.
Pada upacara asrah pengantin, masing-masing pihak diwakili oleh seorang utusan. Para wakil mengadakan pembicaraan mengenai kewajiban dalam perkawinan dengan disaksikan oleh seoran dukun. Pada upacara pernikahan dibuatkan petra (petara: boneka sebagai tempat roh nenek moyang) supaya roh nenek moyangnya bisa hadir menyaksikan.
 Biasanya setelah melakukan perkawinan kemanten pria harus tinggal dirumah (mengikuti) kemanten wanita.
 HAK WARIS
 Pada dasarnya masyarakat Tengger mempertahankan hak waris tanah untuk anak keturunan mereka saja. Apabila ada keluarga yang terpaksa menjual hak tanah, diusahakan untuk dibeli oleh keluarga yang terdekat. Pewarisan kepada anak-turunannya ditentukan oleh kerelaan pihak orang tua, bukan atas dasar aturan ketat yang dibakukan
TATA RUMAH
 Rumah penduduk Tengger dibangun di atas tanah, yang sedapat mungkin dipilih pada daerah datar, dekat air, atau kalau terpaksa dipilih tanah yang dapat dibuat teras, dan jauh dan gangguan angiñ. Rumah-rumah letaknya berdekatan atau menggerombol pada suatu tempat yang dapat dimasuki dan berbagaf jurusanya  yang dihubungkan dengan jalan sempit atau gak lebar antara satu desa dengan desa lain. Desa induk yang disebut Jcrajan biasa-nya terletak di tengah dengan jaringan jalan-jalan yang menghubungkan dengan desa lain.
 Pembangunan sebuah rumah selalu diawali dengan selamatan, demikiah pula apabila bangunan telah selesai diadakan selamatan lagi. Pada setiap bangunan yang sedang dikejakan selalu terdapat sesajen, yang digantungkan pada tiang-tiang, berupa makanan, ketupat, lepet, pisang raja dan lain-lain. Bangunan rumah orang Tengger biasanya luas sebab pada umumnya dihuni oleh beberapa keluarga bersama-sama, Ada kebiasaan bahwa seorang pria yang baru saja kawin akan tinggal bersama mertuanya.
 Tiang dan dinding rumahnya terbuat dan kayu dan atapnya terbuat dan bambu yang dibelah. Setelah bahan itu sulit diperoleh, dewasa ini masyarakat telah mengubah kebiasaan itu dengan menggunakan atap dan seng, papan atau genteng.
Alat rumah tangga tradisional yang hingga sekarang pada umumnya masih tetap ada adalah balai-balai, semacam dipan yang ditaruh di depan rumah. Di dalam ruangan rumah itu disediakan pula tungku perapian (pra pen) yang terbuat dan batu atau semen. Perapian ini kurang lebih panjangnya 1/4 dari panjang ruangan yang ada. Di dekat perapian terdapat tempat duduk pendek terbuat dari kayu (dingklik bhs jawa) yang meliputi kurang lebih separuh dan seluruh ruangan. Apabila seorang tamu di terima dan dipersilakan duduk di tempat ini menunjukkan bahwa tamu tersebut diterima dengan hormat.
Selain digunakan untuk penghangat tubuh bagi penghuni rumah, perapian juga dimanfaatkan untuk mengeringkan jagung, atau bahan makan lainnya yang memerlukan pengawetan dan ditaruh di atas paga. Dekat tempat perapian itu terdapat pula alat-alat dapur, lesung, dan tangga. Halaman rumah mereka pada umumnya sempit (kecil) dan tidak ditanami pohon-pohonan. Di halaman itu pula terdapat sigiran, tempat untuk menggantungkan jagung yang belum dikupas. Selain itu, sigiran dimanfaatkan untuk menyimpan jagung, sehingga juga berfungsi sebagai lumbung untuk menyimpan sampai panen mendatang.

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
BAHASA
 Bahasa yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa Jawa Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orang Majapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun menggunakan tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa yang mengembangkan variasai budaya yang khas. Kekhasan ini bisa dilihat dari bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa pada umumnya.
 PENGETAHUAN
 Pendidikan pada masyarakat Tengger sudah mulai terlihat dan maju dengan dibangunnya sekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah disekitar kawasan Tengger. Sumber pengetahuan lain adalah mengenai penggunaan mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.
TEKNOLOGI
 Dalam kehidupan suku Tengger, sudah mengalami teknologi komunikasi yang dibawa oleh wisatawan-wisatawan domestik maupun mancanegara sehingga cenderung menimbulkan perubahan kebudayaan. Suku Tengger tidak seperti suku-suku lain karena masyarakat Tengger tidak memiliki istana, pustaka, maupun kekayaan seni budaya tradisional. Tetapi suku Tengger sendiri juga memiliki beberapa obyek penting yaitu lonceng perungggu dan sebuah padasan di lereng bagian utara Tengger yang telah menjadi puing.
RELIGI
 Mayoritas masyarakat Tengger memeluk agama Hindu, namun agama Hindu yang dianut berbeda dengan agama Hindu di Bali, yaitu Hindu Dharma. Hindu yang berkembang di masyarakat Tengger adalah Hindu Mahayana. Selain agama Hindu, agama laiin yang dipeluk adalah agama Islam, Protestan, Kristen, dll. Berdasarkan ajaran agama Hindu yang dianut, setiap tahun mereka melakukan upacara Kasono. Selain Kasodo, upacara lain yaitu upacara Karo, Kapat, Kapitu, Kawulo, Kasanga. Sesaji dan mantra amat kental pengaruhnya dalam masyarakat suku Tengger. Masyarakat Tengger percaya bahwa mantra-mantra yang mereka pergunakan adalah mantra-mantra putih bukan mantra hitam yang sifatnya merugikan.
ORGANISASI SOSIAL
-          PERKAWINAN
Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anak-anak suku Tengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia 10-14 tahun. Namun, pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak berkurang dan pola perkawinannya endogami. Adat perkawinan yang diterapkan oleh siuku Tengger tidak berbeda jauh dengan adat perkawinan orang Jawa hanya saja yang bertindak sebagai penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adat menetap setelah menikah adalah neolokal, yaitu pasangan suami-istri bertempat tinggal di lingkungan yang baru. Untuk sementara pasangan pengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungan kerabat istri.
-          SISTEM KEKERABATAN
 Seperti orang Jawa lainnya, orang Tengger menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral yaitu garis keturunan pihak ayah dan ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak.
-          SISTEM KEMASYARAKATAN.
 Masyarakat suku Tengger terdiri atas kelompok-kelompok desa yang masing-masing kelompok tersebut dipimpin oleh tetua. Dan seluruh perkampungan ini dipimpin oleh seorang kepala adat. Masyarakat suku Tengger amat percaya dan menghormati dukun di wilayah mereka dibandingkan pejabat administratif karena dukun sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Tengger. Masyarakat Tengger mengangkat masyarakat lain dari luar masyarakat Tengger sebagai warga kehormatan dan tidak semuanya bisa menjadi warga kehormatan di masyarakat Tengger. Masyarakat muslim Tengger biasanya tinggal di desa-desa yang agak bawah sedangkan Hindu Tengger tinggal didesa-desa yang ada di atasnya.
MATA PENCAHARIAN
 Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai petani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah (ladang) mereka pada orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau, dan jagung. Jagung adalah makanan pokok suku Tengger. Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan.
KESENIAN
 Tarian khas suku Tengger adalah tari sodoran yang ditampilkan pada perayaan Karo dan Kasodo. Dari segi kebudayaan, masyarakat Tengger banyak terpengaruh dengan budaya pertanian dan pegunungan yang kental meskipun sebagian besar budaya mereka serupa dengan masyarakat Jawa umumnya, namun ada pantangan untuk memainkan wayang kulit.





KRATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT
1  Sejarah Berdirinya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Sebelum berdirinya Kasultanan Yogyakarta , Kadipaten Mangkunegaraan , dan Kadipaten Pakualaman , pada waktu itu yang ada hanya Kraton Kasunan Surakarta . pindahan dari kraton Mataram Kartasura . ketika istananya masih berada di Kartasura , terjadi peristiwa pemberontakan orang – orang China ( GEGER PACINA ) pada tahun 1740 – 1743 . Paku Buwono II tidak berdaya menghadapi pemberontakan ini , dan hanya dengan bantuan Belanda-lah peristiwa itu dapat dipadamkan . Karena istana Kartasura mengalami kerusakan yang parah sekali , lalu ibukota dipindahkan ke desa Solo , yang kemudian disebut Surakarta .
Dalam suatu perundingan antara Paku Buwono II yang di damping oleh Pangeran Mangkubumi ( penasehat kepercayaannya ) dengan pihak Belanda yang mewakili oleh Mr.Hoogendorf , utusan Belanda itu meminta Paku Buwono II untuk menyerahkan seluruh wilayah pesisir utara jawa kepada VOC . Permintaan itu sebagai tuntutan atas jasa Belanda ketika berhasilo memadamkan pemberontakan orang – orang China di Kartosura .
Setelah mendapat restu dari Paku Buwono II , dengan memperoleh pusaka tombak KYAI PLERED , lalu pada tanggal 21 April 1747 , Pangeran Mangkubumi meninggalkan Kraton Surakarta menuju ke dalam hutan bersama keluarga dan pasukanya yang setia , untuk bergirlya melawan VOC . Dalam mengadakan perlawananya itu , pangeran Mangkubumi bergabung
dengan RM.Said ( Pangeran Sambenyawa ) yang sudah lebih dahulu menetang Paku Buwono II dan VOC .
Ketika pemerintah Paku Buwono III ini , perlawanan Pangeran Mangkubumi terhadap Belanda semakin menghebat . Dalam setiap pertempuran pasuka Belanda selalu terdesak oleh serangan Pangeran Mangkubumi . Bahkan ketika terjadi pertempuran sengit di Sungai Bogowonto III semua pasukan Belanda termasuk komandanya mati terbunuh .
            Kemudian terjadilah perjanjian antara pihak yaitu Pangeran Mangkubumi , Paku Buwono III dan Belanda / VOC .Perjanjian itu diadakan di desa Giyanti ( Salattiga ) , pada tanggal 13 februari 1755 , maka disebut PERJANJIAN GIYANTI . Akibat dari perjanjian itu , kerajaan Mataram dibagi menjadi dua bagian , yaitu Kraton Kasunan Surakarta dan Kraton Kasultanan Yogyakarta .
            Pangeran Mangkubumi mendirikan kerajaan Mataram Yogyakarta di Wilayah Beringan , pada tahun 1756 . dan beliau kemudian bergelar SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO I .
2  Wilayah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Kraton Yogyakarta dibangun oleh Srii Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1756 di wilayah Hutan Beringan . Nama hutan tersebut kemudian diabdikan untuk nama pasar di pusat kota , yaitu Pasar Beringharjo . sedang istilah Yogyakarta berasal dari kata YOGYA dan KARTA . Yogya artinya baik dan Karta artinya makmur . Namun pengertian lain menyatakan bahwa Yogyakarta atau Ngayogyakarta itu berasal dari kata dasar AYU+BAGYA+KARYA ( Baca Ngayu+bagya+karta ) menjadi Ngayogyakarta .
            Wilayah Kraton Yogyakarta membentang antara tugu ( bats utara ) dan Krapyak ( batas selatan ) , antara sungai Code ( sebelah timur ) dan sungai winongo ( sebelah barat ) , antara gunung Merapi dan laut selatan .
            Kraton Yogyakarta ini menghadap ke utara , dengan halaman depan berupa lapangan yang di sebut alun – alun lor ( utara ) , yang pada zaman dahulu di gunakan sebagai tempat mengumpulkan rakyat , latihan perang bagi para prajurit kraton , dan tempat penyelenggaran upacara adat , serta untuk keperluan lainya . Pada masa sekarang fungsi alun – alun lor hanya digunakan untuk upacara grebeg dan perayaan sekaten . Dibagian tengah alun – alun terdapat 2 pohon beringin yang terletak bersebelahan , masing – masing bernama kyai Dewadaru ( sebelah barat ) , bibitnya berasal dari majapahit dan kyai Wijayandaru ( sebelah timur ) , bibitnya berasal dari pajajaran . Dua pohon beringin itu sebagai symbol bahwa di dunia ini terdapat dua sifat berbeda yang saling bertentangan ( dualisme ) . sedangkan pohon beringin yang di kelilingi alun – alun loor ini berjumlah 62 pohon , serta ditambah 2 beringin yang berada di tengah , sehingga jumlahnya menjadi 64 pohon beringin . Jumlah 64 menunjukan usia Nabi Muhammad SAW ketika wafat ( menurut perhitungan tahun jawa ) .
Di seputar alun – alun lor terdapat beberapa bangunan yang disebut perkabalan berbentuk joglo sebanyak 19 buah , yang pada jaman dahulu berfungsi tempat untuk menginap bagi para Bupati dari luar wilayah pada waktu menjalankan tugas di kraton , atau apabika di Kraton sedang di selenggarakan upacara kenegaraan .
            Pusat wilayah Kraton Yogyakarta luasnya 14.000 meter persegi , dengan dikelilingi tembok ( benteng ) setinggi 4 meter dan lebar 3,5 meter . Di setiap sudutnya terdapat tempat penjagaan atau bastion .untuk melihat / mengawasi keadaan di luar maupun di dalam benteng Kraton .
3  Fungsi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Sebagai tempat tinggal raja dan keluarganya
·         Sebagai pusat pemerintahan
·         Sebagai pusat kebudayaan dan pengembanganya
·         Pada jaman kemerdekaan , mulai dibuka untuk umum , seperti kegiatan pariwisata , kegiatan ilmu pengetahuan
·         Merupakan museum perjuangan bangsa , karena Yogyakarta dengan kratonya pernah digunakan sebagai tempat kegiatan perjuangan fisik maupun kegiatan pemerintahan ketika ibukota Republik Indonesia berada di Yogyakarta .
4  Bangunan di Lingkupan Pagelaran Keraton Yogyakarta
Seiring dengan perkembangan yang terjadi di Kraton , maka sebagian besar bangunan tersebut masing – masing telah mengalami pemugaran . Bahkan beberapa diantaranya telah mengalami pergeseran fungsi . Pemugaran bangunan di Kraton secara keseluruhan di mulai tahun 1921 M . Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII .
Mengenal masing – masing bangunan yang terdapat pada setiap halaman di lingkungan dalam Kraton , seperti tersebut di bawah ini :
a.      Bangsal Pagelaran
Pada mulanya disebut dengan Tratag Rambat , atapnya berupa sirap kayu . dan telah dipugar pada jaman Sri Sultan Hamengkubuwono VIII tahun 1921 M , kemudian dinamakan Pagelaran . pemugaranbangunan tersebut ditandai dengan candrasengkala ( tahun jawa ) yang terdapat pada bagian atas muka bangsal pagelaran , berbunyi ‘ PANCA GANA SLIRA TUNGGAL ‘ yang berarti tahun 1865 Jawa . sedang selesainya pemugaran dengan suryasangkala tersebut , berbunyi ‘ CATUR TRISULA KEMBANG LATA ‘ , berarti tahun 1934 M .
b.      Bangsal Pemandengan
Digunakan sebagai tempat duduk bagi Sultan beserta Panglima Perang , ketika menyaksikan jalanya latihan perang prajuritnya . Latihan perang ini dilakukan di Alun – alun lor . Bangsal ini jumlahnya ada 2 , masing – masing terletak di sebelah kanan dan kiri sejajar dengan Bangsal pagelaran .
c.       Bangsal Pengapit
Tempat para senopati perang / manggalayudha mengadakan pertemuan , serta digunakan sebagai tempat menunggu perintah – perintah dari sultan . bangsal ini ada sepasang , masing – masing berada di samping kanan kiri bangsal Pagelaran .
d.      Bangsal Pangrawit
Tempat raja melantik patih ( tempat pelantikan patih ) . Setelah tahun 1942 , bangsal ini btidak digunakan lagi . bangunan ini terletak di sisi sebelah kanan , dalam Bangsal Pagelaran .
e.       Bangsal pacikeran
Tempat jaga bagi para abdi dalem Singanegara dan abdidalem Martalutut ( sebutan untuk algojo kraton yang bertugas untuk memberi hukuman ( ekskusi ) kepada para tahanan Kraton . sedang pelaksanaan ekskusinya bertempat di Alun – alun lor . bangsal ini berfungsi hingga tahun 1926 , dan setelah itu tidak digunakan lagi . Bangunan ini ada 2 buah , masing – masing terletak di sebelah kanan kiri bagian selatan halaman Pagelaran .
f.       Bangsal Sithinggil
Tempat penobatan / pelantikan raja – raja Kasultanan Yogyakarta , dan tempat diselenggarakanya Upacara Pasowanan Agung . Pada tanggal 17 Desember 1949 , pernah dipakai untuk pelantikan Ir.Soekarno sebagai Presiden RIS .
g.      Bangsal Mangutur tangkil
Tempat singgasana Raja , ketika berlangsung Upacara Penobatan Raja , dan pada waktu digelar Upacara Pasowanan Agung . di tengah ini terdapat selogilang , untuk meletakkan Dampar Kencana singgasana Sultan , bangunan ini terletak di bagian Bangsal Sithinggil .
h.      Bangsal Witana
Menempatkan pusaka – pusaka utama Kraton , pada waktu dilangsungkan Upacara Penobatan raja , dan pada waktu Upacara Garebeg Mulud tahun Dal ( jawa ) . Pada tebing belakang bangsal ini terdapat Candrasengkala berbunyi ‘ Tinata Pirantining Madya Witana ‘ , yang berarti tahun 1855 Jawa dan suryasengkala berbunyi ‘ Linungit Kembar Gatraning Ron ‘ . berarti tahun 1925 M , menunjukan pemugaran bangsal tersebut .
i.        Balebang
   Untuk menyimpan 2 perangkat gamelan Sekaten yang dibunyikan setiap bulan Maulud .kedua gamelan tersebut masing – masing bernama KYAI GUNURMADU dan KYAI NAGAWILAGA . bangunan tersebut terletak di sebelah timur bangsal sithinggil .
j.        Bale angun – angun
  Untuk menyimpan pusaka tombak yang bernama Kajeng Kyai Sura angun – angun, bangunan ini terletak di sebelah barat bangsal sithinggil .
k.      Bangsal Kori
   Tempat jaga bagi para abdidalem kori dan abdidalem jaksa , yang bertugas menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat kepada raja. bangsal ini ada 2 buah , masing – masing berada di sebelah kanan dan kiri tarub agung .
l.        Tarub Agung
    Sebagai ruang tunggu bagi tamu – tamu Sultan , yang akan menghadiri upacara resmi di Sithinggil , sebelum mereka diterima oleh Sultan .
m.    Regol Brojonolo
   Pintu gerbang yang menghubungkan antara halaman sithinggil lor dengan halaman kemandungan lor . Regol ini terletak di selatan halaman sithinggil




Pesanggerahan Taman Sari Yogyakarta


PESANGGRAHAN TAMAN SARI



1  Sejarah Taman Sari
Taman sari dibangun dua tahun setelah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dibangun 1758 dan ditandai dengan sengkalan memet “catur naga rasa tunggal “ .Taman sari di bangun pada masa Sultan Hamengkubuwono I oleh seorang arsitek yang berasal dari Portugis yang bernama Demang Tegis.Pendirian bangunan bangunan lainnya  dan gapura  di selesaikan beberapa tahun kemudian dan ditandai dengan sengkalan  memet “lajering sekap sinekseng peksi” (1765) artinya burung yang mengisap sekuntum bunga.
2  Fungsi Pesanggerahan Taman Sari
Dahulu pesanggerahan taman sari dibangun dengan beberapa fungsi , diantaranya adalah :
- Tempat pertahanan dan perlindungan
            Dimana di setiap gapura atau gerbang terdapat tempat jaga abdi dalem selain itu terdapat lorong bawah tanah(urung - urung)  yang menghubungkan satu tempat ke tempat lain sebagai jalan alternative keselamatan.
- tempat religius
            Di kawasan taman sari terdapat sebuah masjid di bawah tanah (sumur gumuling)  digunakan sebagai tempat meditasi atau bersemedi .
-  Tempat pesiar atau rekreasi
            Pesanggerahan taman sari digunakan sebagai tempat pesiar atau rekreasi sultan beserta para isteri dan selirnya.
- Kebun Keraton
- Sumber Pengairan

3  Bangunan - Bangunan Yang ada di Pesanggerahan Taman Sari
Bangunan yang berada di Taman sari berada di lahan seluas 10 hektar .tetapi kini, hanya sebagian bangunan saja yang tersisa diakibatkan letusan gunung api dan kawasan di sekitar taman sari sudah di penuhi  dengan rumah - rumah warga.Bangunan - bangunan yang masih tersisa diantaranya :
a.   Gedong Gapura Agung
         Gapura Agung adalah pintu gerbang utama taman sari dahulu keluarga sultan memasuki Taman sari melalui gapura Agung tetapi sekarang sudah di penuhi dengan pemukiman penduduk.
Struktur gapura panggung :
- Bertingkat dan di bagian bawah terdapat 4 kamar untuk penjagaan.
- Struktur atap bagian gapura berbentuk setengah lingkaran.
- Ragam hias gapura agung berada di sisi timur
- Hiasannya bermotif tumbuh- tumbuhan berbunga, sulur- suluran, burung dan sayap.bagian puncak gapura terdapat hiasan mahkota yang bagian atasanya terdapat mahkota.
- Didepan pintu gapura terdapat lantai setengah bulatan ganda, hal ini sebagai trap atau jenjang lantai yang secara praktis untuk mempermudah apabila memasuki ruang dalam gapura.
b.   Gedong Lopak - Lopak
         Bangunan Lopak- lopak merupakan bangunan bersegi delapan yang dahulunya di gunakan sebagai tempat memeprsiapkan keperluan bagi raja dan kerabat keratin ntuk perjamuan buah- buahan.
c.   Pesiraman Umbul Binangun
         Bangunan pesiraman umbul binangun dikelilingi oleh tembok setinggi 5,5 m.Untuk memasuki bangunan pesiraman umbul binangun terdapat dua pintu dimana kawasan ini khuus bagi Sultan dan keluarganya.didalam terdapat 3 buah kolam sebagai tempat pemandian.yang pertama digunakan oleh putri - putri sultan , yang kedua digunakan oleh istri sultan dan yang ketiga digunakan untuk istri pilihan sultan.
Berdasarkan cerita sultan akan berdiri diatas dan melihat istrinya mandi, setelah itu sultan akan memilih salah satu dari mereka dengan melempar sekuntum bunga,apabila bunga tersebut jatuh pada salah istrinya  maka, istri tersebut  akan menemani sultan di kolam yang ketiga.Setelah mandi dan ganti ,Sultan dan istri pilihan akan menikmati sauna dan beristiraha di kamar yang berada di sebelah kolam dan masih di kawasan umbul Binangun.


d.   Gedong sekawan
         Disebut dengan nama gedong Sekawan karena terdapat 4 bangunan ,masing masing berbentuk empat persegi panjang dan memiliki empat pintu tanpa kusen.Dahulu bangunan tersebut digunakan untuk pemain musik gamelan memainkan gamelan pada saat pementsan tari.di tengah- tengan gedong sekawan terdapat jalan yang di gunakan sebagai tempat pementasan tari, dan sultan akan menyaksikannya dari atas gapura Panggung.
e.   Gapura Panggung
         Sebuah pintu gerbang bertingkat , mirip pintu  gerpang gapura agung . Pintu gerbang ini memiliki 4 buah janjang , sepasang dari barat dan sepasang dari arah timur , persis pada pintu masuk . Hiasan pada bagian yang menjulang , juga menggambarkan ‘ sengkalan memet ‘ tahun 1691 Jawa .
Dari arah timur pintu gerbang ini dihiasi dengan 4 ekor ular yang berlilitan . Yang kini ada tinggal 2 ekor ular naga yang berhadapan . Sengkalan memet ini menunjukan angka tahun Jawa 1684 , sanggrahan Taman Sari . Sengkalan memet ini dapat dibaca ‘Catur Naga Rasa Tunggal‘
f.    Gedong Temanten
          Terletak pada kiri kanan lorong di sebelah timur gedong gapura panggung . Kedua bangunan ini di pergunakan untuk tempat istirahat para istri serta para keluarga Sri Sultan . Masing – masing terdiri 2 bangunan.
g.    Gedong Madaran
         Terletak di sebelah barat Taman Ledok Sari .tempat ini di pergunakan untuk mempersiapkan santapan Sri Sultan beserta keluarganya .
h.   Gedong Carik
         Terletak di akhir lorong . Kata carik berarti orang yang berkewajiban tulis – menulis . Mungkin gedong ini di tempatkan orang – orang yang berkewajiban tulis – menulis , baik bagi kepentingan pribadi raja .


i.    Pulo Cemeti
         Di sebut demikian , karena di sebelah selatan bangunan ini terdapat bangunan sumur yang menggantung atau berada di atas tanah . Bangunan yang disebut Pulo Cemeti bentuknya mirip bangunan menara yang bertingkat . Letak bangunan ini Kenanga dan tepi laut Buatan pada sisi selatan .sebelah barat Pulo Cemeti ini terdapat lorong bawah tanah atau air yang letaknya membujur ke utara . Untuk memasuki lorong bawah tanah ini dengan melalui pintu  - pintu yang pada bagian tutp kenyongnya serta pada bagian gawang pintunya di hias dengan indahnya .
j.    Pulo Kenanga
         Merupakan sesuatu bangunan besar bertingkat dengan ukuran lebih kurang 20 x 70 m , dengan tinggi lebih kurang 15 m . memiliki berpuluh – puluh kamar dengan berbagai ukuran dan berbagai keperluan . pada tingkat atas kini orang dapat melihat pemandangan daerah sekitar Keraton Yogyakarta.
k.   Sumur Gumuling
         Bangunan ini terletak di sebelah barat Pulo Kenanga di tengah – tengah Laut Buatan .Bangunan sumur gemuling berupa sebuah sumur besar , dengan janjang – janjang di tengahnya , dikelilingi oleh lorong melingkar ‘ temu gelang ‘ yang bertingkat . Dari lorong keliling yang bagian bawah terdapat 4 buah janjang bertemu di tengah sumur , dan dari tempat pertemuan janjang – janjang ini terdapat sebuah janjang menuju ke lorong melingkar bagian atas . Pada lorong melingkar bagian bawah selain terdapat jendela ke arah dalam , juga terdapat tempat pengimaman ( mihrab ) untuk upacara sembahyang.
l.    Urung - Urung
         Merupaka lorong atau jalan yang berada di bawah tanah Berfungsi untuk memnghubungkan jalan darat dari Margi Inggil ke Pulo Kenanga dan dari Pulo Kenanga ke sumur Gumuling.